Sabtu, 09 Oktober 2010

MILIKKU


Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30 wib, tapi dia masih sibuk di dapur untuk membersihkan piring, gelas juga panci kotor bekas makan malam kita. Dilapnya meja makan dari bekas minyak, disapunya lantai karena ada beberapa makanan yang tercecer. Sudah kutegur dia agar segera menyudahi kegiatannya, tapi hanya jawaban “ya” yang kudengar dari mulut mungilnya dan dia tetap melanjutkan kegiatannya. Dia seperti hidup dalam dunianya sendiri, menikmati apa yang sedang dia kerjakan. Padahal sebelum-sebelumnya dia tidak serajin sekarang, tapi semenjak dia mengandung anak pertama kami sifat malasnya tiba-tiba saja hilang. Kalau kata orang tua sih itu bawaan si jabang bayi, yaaa…..semoga saja anakku nantinya jadi anak yang soleh/solehah, pintar, beriman, sabar dan rajin seperti sikap ibunya saat ini.
Kupeluk dia dari belakang dan merayunya untuk segera beristirahat, kuraih piring kotor yang sedang di cuci dari tangannya untuk ku selesaikan. Hanya dengan jurus andalan itu dia baru mau berhenti dari aktivitasnya. Dia akhirnya duduk di kursi dekat tempat cuci piring sambil menungguiku menyelesaikan pekerjaan yang tadi dia kerjakan sambil sesekali meledek hasil pekerjaanku yang dinilainya kurang bersih. Apapun yang dia katakana selalu kubalas dengan senyuman, karena bagiku semua ucapan yang dia tujukan untukku adalah ungkapan rasa sayangnya kepadaku.
Akhirnya selesai sudah semua pekerjaan membersihkan dapur, sembari mengeringkan tanganku dengan kain lap aku bertanya padanya “Dik, kenapa sih semua piring kotor itu nggak dicuci besok aja?” sambil tersenyum dia menjawab pertanyaanku “Masku sayang, kalau pekerjaan hari ini sudah selesai kan besok aku bisa memulai pekerjaan baru. Nggak harus beresin pekerjaan semalam dulu, jadi cepat selesai kan. Aku kan bisa berangkat kerja lebih pagi toh mas. Jadi, pekerjaan hari ini diselesaikan hari ini, pekerjaan besok ya diselesaikan besok. Malah kalo bisa pekerjaan untuk besok mulai dikerjakan hari ini, jadi besok pekerjaan jadi lebih ringan”. Kuhampiri dia, kuajak untuk masuk kedalam kamar dan beristirahat.
Tidur disisinya selalu membuatku merasa nyaman, kepalanya bersandar di dada bidangku, kubelai rambutnya, kuelus lembut perutnya yang kini mulai terlihat membesar karena buah cinta kita berdua tumbuh didalam sana sambil berbincang-bincang ringan sebelum kita berdua akhirnya tertidur. Ditengah malam aku merasa ada yang mengguncang-guncang tubuhku, terdengar suara halus memanggil “maas…maas…banguun…”. Ternyata dia yang membangunkanku, sipit mataku berusaha menyesuaikan terangnya lampu kamar, pelan-pelan aku menarik badanku duduk dan bersandar. Aku bertanya padanya “Ada apa tooh diiiik, ini kan sudah malam. Besok kamu masuk pagi kan?”, sambil bersungut-sungut manja dia berkata “Aku nggak bisa tiduur, geraah. Temenin aku sampai aku tertidur ya mas, please…”. Aku tersenyum, sambil kupeluk aku berkata padanya “Pastilah mas temenin adik, masa iya mas tega ngebiarin kamu terjaga sendirian dik”. Kulihat mata berbinar waktu aku memanggilnya dengan adik, sama seperti saat pertama kali aku memanggilnya “Adik” waktu itu. Waktu menikah dia pernah bilang padaku “Mas tahu nggak, waktu pertama kali mas panggil dik ke aku dan bukan namaku lagi yang mas ucapkan. Aku betul-betul senaaaaaang sekali, aku merasa betul-betul dilindungi sama mas, merasa betul-betul diperhatikan sama mas. Dan ternyata mas memang tipe seperti itu, perhatian dan penyayang”. Kupeluk dan kuciumi dia waktu itu, aku betul-betul senang mendengar pengakuannya yang polos.
Sambil kubelai-belai rambutnya, kukipasi dia supaya dia bisa beristirahat dengan nyenyak. Usahaku untuk mengipasi dia ternyata nggak membutuhkan waktu lama, akhirnya dia bisa tertidur pulas dalam pelukanku. Kupandangi wajah bidadari yang paling kucintai, yang saat ini sedang berjuang untuk merawat buah cinta kami yang dia bawa dalam rahimnya. Aku sangat bersyukur karena Allah sudah memberikan istri yang terbaik untukku, dia milikku dan akan kujaga sampai akhir hayatku. “Dik, aku janji…aku akan menjagamu juga anak-anak kita, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi suami juga bapak yang terbaik untuk mu juga untuk anak-anak kita. Tolong ingatkan aku jika suatu hari nanti aku lupa atau mengingkari janjiku ini, aku nggak mau melukaimu dik”, kubisikkan isi hatiku ditelinganya dan dia mengangguk. Entah karena dia mengiyakan ucapanku atau dia beringsut karena merasa nyaman berada dalam pelukanku. I Luv You Dik

Tidak ada komentar: